Prestasi Akademik Sama Sekali Bukan Faktor Utama Menuju Sukses!

Oleh: Dedy Rahmat

“Nak Kamu harus jadi anak Pintar!” Demikian kira-kira nasihat orangtua kepada kita saat kita masih kecil. Tertanamlah dalam benak kita saat itu bahwa pintar itu adalah seorang insinyur (sekarang Sarjana Teknik) atau seorang dokter.

Saat itu pula sebagian kita berpikir bahwa insinyur dan dokter itu adalah “orang pintar”. Sementara untuk mencapai cita-cita itu orangtua tak lupa mengingatkan, “Nak, makanya kamu harus belajar supaya pintar”. Segala hal tentang kepintaran dan kecerdasan itu akhirya mengarah pada bahwa anak yang cerdas dan pintar adalah mereka yang meraih nilai rapor atau indeks prestasi tertinggi. Bahkan cum laude (nilai tertinggi dalam perguruan tinggi yang artinya “sempura/dengan pujian”).

Namun pendapat di atas tertepis oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Thomas J. Stanley, seorang dosen di beberapa Perguruan Tinggi ternama di Amerika. Diantaranya ia mengajar pemasaran di Universitas Tennessee , Universitas Georgia dan Universitas Negeri Georgia (di mana dia bernama Profesor Luar Biasa Omicron Delta Kappa). Dalam sebuah penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi sukses, ia menemukan bahwa ternyata NEM atau IPK mahasiswa itu tidak menjadi faktor utama yang menentukan kesuksesan seseorang.

Dalam penelitian yang dilaukan terhadap 733 orang jutawan di Amerika, Stanley berhasil membuktikan bahwa ada 30 faktor yang menentukan suksesnya seseorang. Dari 30 faktor tersebut, hanya tiga faktor yang berhubungan dengan faktor kecerdasan seseorang, dan itu menduduki peringkat terbawah. Faktor yang menduduki tiga peringkat teratas yang harus dimiliki setiap anak adalah sikap jujur, disiplin, dan pintar bergaul. Sedangkan tiga posisi terbawah dalam faktor yang menentukan kesuksesan dan kehebatan anak adalah IQ tinggi, sekolah di sekolah ternama, dan lulus dengan nilai tertinggi menempati peringkat 30.

Stanley juga menjelaskan dalam bukunya bahwa IQ yang tinggi/superior hanya menduduki urutan ke-21, bersekolah di sekolah favorit/perguruan tinggi bergengsi di urutan ke-23. Itu artinya keduanya bukan termasuk dalam 10 faktor utama yang menentukan kesuksesan seseorang.

Berikut 10 faktor utama penentu kesuksesan, hasil penelitian Stanley tersebut:

1.   Kejujuran (Being Honest With All People)

Sikap jujur menjadi modal utama sekaligus norma yang harus dipegang teguh oleh setiap individu. Akar dari sebuah kepercayaan adalah kejujuran. Semakin dipercaya anda akan sebuah tanggung jawab, semakin banyak feedback yang bisa anda peroleh. Di dunia kerja, ataupun bisnis, semakin anda dipercaya oleh atasan atau klien, maka peluang untuk mengembangkan karir atau bisnis akan semakin terbuka lebar.

2.   Disiplin Keras (Being Well-Disciplined)

Bila mendengar kata disipilin, maka yang terbayang dalam pemikiran kita adalah ketatnya aturan dan waktu. Disiplin memang erat kaitannya dengan manajemen waktu dan konsistensi terhadap langkah-langkah mencapai tujuan atau visi ke depan. Ada banyak hal yang menjadi godaan saat kita melangkah, lingkungan sekitar akan selalu mengalihkan fokus kita terhadap pencapaian visi kita. Dengan menanamkan sikap disiplin, setiap langkah kita akan fokus mencapai target. Perlahan dan pasti target yang sudah ditetapkan akan tercapai.

3.   Mudah Bergaul (Getting Along With People)

Cara kita berinteraksi dengan orang lain adalah salah satu faktor penting untuk mencapai kesuksesan. Setiap pribadi memiliki pencapaian tujuan yang berbeda satu sama lain. Orang di sekitar kita bisa menjadi penolong atau bahkan menjadi penghambat dalam meraih kesuksesan. Harus ada semacam filter dalam diri. Jangan sampai pengaruh negatif menghambat langkah mencapai tujuan. Cara kita yang mudah berinteraksi dengan orang lain akan membuat kita banyak teman, itu artinya semakin kita banyak teman maka semakin banyak pula relasi kita.

4.   Dukungan Pendamping

Dukungan yang sangat berarti adalah dukungan yang berasal dari orang-orang terdekat. Selain keluarga, pasangan adalah orang terpenting yang sangat berpengaruh dalam kesuksesan. Studi yang dilakukan oleh Washington University di St. Lous menemukan bahwa pasangan hidup yang saling mendukung mampu menciptakan hubungan yang harmonis, saling melengkapi kemampuan, dan mampu meningkatkan prestasi kerja. Dengan begitu, tentunya pintu kesuksesan akan semakin terbuka.

5.   Kerja Keras (Working Harder Than Most People)

Bekerja lebih keras dari orang lain memang bukan jaminan mendatangkan kesuksesan, namun tentunya akan ada hasil berbeda yang didapatkan dari pribadi yang pekerja keras dan yang tidak. Bekerja lebih keras dari orang lain erat kaitannya dengan keinginan dan kedisiplinan untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam diri kita.

6.   Kecintaan Terhadap Apa yang Dikerjakan (Loving My Career/Business)

Karir ataupun bisnis adalah sumber kekuatan finansial. Jika kita ingin berhasil dan sukses, maka kita wajib untuk menumbuhkan rasa cinta dan loyalitas pada pekerjaan yang kita tekuni. Karena dengan modal tersebut perfoma dan kinerja kita akan meningkat secara maksimal, sehingga menghasilkan kesuksesan yang juga maksimal.

7.   Kepemimpinan (Having Strong Leadership Qualities)

Faktanya, tonggak sebuah kesuksesan memang dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan yang baik, termasuk bagaimana memimpin diri sendiri. Setiap orang pasti memiliki jiwa kepemimpinan, tergantung bagaimana memupuk dan menjadikannya mengakar pada tiap individu. Individu yang memiliki jiwa kepemimpinan dengan kualitas yang baik dan kuat, maka akan lebih mudah menentukan visi, tujuan,dan tindakan terstruktur yang sangat bisa dipertanggungjawabkan.

8.   Kepribadian Kompetitif (Having A Very Competitive Spirit/Personality)

Pribadi yang kompetitif pantang menyerah, terutama dalam mengalahkan ego dan kekurangan dirinya, sebagai modal untuk mendorong individu dalam melakukan segala sesuatu dengan lebih baik dalam mencapai target. Tiap target dan pencapaian yang diraih merupakan anak tangga menuju pintu kesuksesan. Semakin sering memacu diri untuk berkompetisi dan mencapai hasil terbaik, maka kesuksesan akan semakin cepat diraih.

9.   Hidup Teratur (Being Very Well-Organized)

Hidup teratur bukan berarti hidup dengan rutinitas yang membosankan. Tetapi, hidup yang memiliki waktu untuk menyiapkan diri menjalani hari. Dengan begitu, akan membuat kita fokus pada tiap langkah mencapai kesuksesan dan yang tidak boleh dilupakan adalah menikmati dalam menjalaninya.

10.  Kemampuan Menjual Ide (Having An Ability To Sell My Ideas/Products)

Kesuksesan tak bisa lepas dari ide dan inovasi dari diri kita. Setidaknya kita perlu belajar dari teladan kisahnya Colonel Sanders menjual ide “11 Rempah Rahasia KFC”, dan inovasi Steve Jobs untuk sentuhan artistiknya pada produk “Apple.” Memiliki ide saja tak cukup tanpa diimbangi kemampuan untuk menjualnya.

Berorganisasi Alternatif Solusi Menuju Sukses

Proporsionalitas, artinya bisa dikatakan salah satu simpulan dari bentuk kecerdasan seseorang, dan itu tidak cukup dibuktikan atau dicapai melalui lebaga pendidikan. Namun, perlu proses dalam pembentukan dan penanaman nilai-nilai emosional (kesadaran akan kewajiban disiplin, jujur, patuh/loyal, dll) yang akan membentuk kita pada “kecerdasan” yang lebih kompleks.

Dari pernyataan di atas, dapat saja ditarik sebuah hipotesa bahwa Lembaga Pendidikan bukan satu-satunya institusi yang membentuk karakter seseorang. Jika kita lihat dari ukuran waktu pun, katakan kita semua  memiliki “jatah waktu” yang sama dalam kehidupan sehari-hari kita, yaitu selama 24 jam. Pembagian waktu atas jatah 24 jam itu kira-kira sebagai berikut: 8 jam untuk tidur (20.30 – 05.30 WIB). 7 sampai dengan 8 jam untuk SD/SMP/SMA/sederajat (07.00 – 14.00/15.00 WIB), sementara jika di tingkat perguruan tinggi anggaplah rata-rata total keberadaan mahasiswa di dalam kelas adalah selama 4 atau 5 jam (07.00 – 11.00/12.00 WIB).

Lalu kita semua memiliki “waktu bebas” dari jam kira-kira antara pukul 12.00 – 20.30 WIB (8, 5 jam), dan selama itu pula kita berada pada sebuah situasi yang tidak ada hubunganya dengan pendidikan/pengajaran, cenderung bersifat privat, pribadi, dan hal-hal lain yang bersifat “miskin aktivitas”,  maka bisa dikatakan kita telah membuang percuma waktu kita Ketika kita “memastikan menjadi mahasiwa spesialis duduk di bangku kuliah” sehingga tidak ada aktivitas lain yang bersifat penalaran, teoritis, praktek, simulasi dll yang mengarah pada gabungan kecerdasan individual dan kolektif, yang tidak hanya melibatkan keunggulan pribadi tapi melibatkan banyak orang dengan “spesialisasi kecerdasan” untuk membangun dan mencapai tujuan yang sama. Alias rutinitas aktivitas aktivitas “kuliah-pulang, kuliah pulang/kupu-kupu”.

Artinya selama 24 jam sehari, kita memiliki ruang yang lebih besar dalam lingkungan masyarakat, baik secara indivividual atau berkelompok. Nah faktor “lingkungan” inilah yang ternyata ikut menentukan. Lalu dimana media yang tepat untuk menyalurkan minat atau mengembangkan potensi untuk mencapai 10 faktor sukses utama seseorang, maka paling tidak salah satu media yang dapat memberikan peluang besar bagi kita untuk mengembangkan kapasitasitas diri dan kelompok adalah dengan berorganisasi.

Baik yang bersifat intrakurikuler atau ekstrakurikuler (misal, SMA/sederajat: OSIS, Eskul Pramuka, Basket, Karate, dll dan perguruan tinggi DPM/BEM/SENAT/BPM, Unit Kegiatan Kemahasiswaan yang dilengkapi dengan bidang-bidang penalaran dan penyaluran hobi/minat tertentu).

Dari gambaran kuantitas tentang pembagian waktu selama 24 jam rata-rata kita aktivitas sehari-hari ternyata tidak didominasi oleh keberadaan kita di di lingkungan Pendidikan. Dalam satu minggu aktivitas kita di dunia Pendidikan tidak berjalan selama 7 hari. katakanlah (Sabtu dan Minggu), bahkan di perguruan tinggi kadang-kadang perukuliahan hanya sampai hari Jumat.

Sementara   waktu kita dalam mengenyam pendidikan sehari-hari antara 4 sampai dengan 8 jam. Dari ukuran kuantitas pembagian waktu ini kita dapat melihat bahwa begitu banyak waktu di luar jam pendidikan yang seharusnya bisa termanfaatkan untuk membangun potensi kecerdasan. Dengan memanfaatkan fasilitas lembaga pendidikan (dalam beragam organisasi) atau melalui pola-pola penanaman nilai dalam keluarga dan lingkungan untuk membentuk karakter, bahwa “pintar dan cerdas bukan semata-mata “angka-angka” penilaian/prestasi akademik”.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.

Pendidikan karakter seperti digambarkan di atas, pada intinya sejalan dengan faktor-faktor kesuskesan seseorang berdasarkan hasil penelitian dari Stanley. Bangku Pendidikan atau bangku kuliah adalah penting tapi tidak kalah penting adalah upaya sinergis diantara lembaga pendidikan, dengan keluarga, masyarakat/lingkungan dalam upaya pembentukan karakter calon-calon sumber daya manusia yang akan meraih sukses di masa depan.

*Dedy Rahmat, S.IP., M.Si. Penulis adalah Sekretaris Prodi dan Dosen D-III Kepolisian, Pembina UKM Mahasiswa Pecinta Alam Langlangbuana/Mapella, Dewan Pengarah Forum Komunikasi Keluarga Besar Pecinta Alam Bandung Raya, dan pemerhati masalah sosial-politik

Sumber:

http://cdc.upi.edu/content/view?id=104&t=bukan-nem-ipk-dan-rangking-tapi-ini-10-faktor-kesuksesan-paling-berpengaruh%21

https://en.wikipedia.org/wiki/Thomas_J._Stanley

https://lifestyle.kompas.com/read/2011/11/07/13054675/kecerdasan.anak.bukan.yang.utama

https://www.kompasiana.com/roisulmuttaqin/5db424a2d541df716549ab24/pendidikan-karakter-sebagai-pilar-pembentukan-karakter-bangsa?page=all

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *